Petirtaan Dewi Shri

Patirthãn merupakan salah satu jenis monument (cagar budaya) masa hindu-budha di jawa, selain candi, goa pertapaan dan pundek berundak. Patirthãn berasal dari kata tirthã yang berarti air suci, sedangkan Patirthãn bisa berarti pemandian suci. Patirthãn yang cukup terkenal dan tertua adalah Patirthãn Jolotundo, kaki gunung penanggungan, sisi Mojokerto. Di Jawa timur terdapat kurang lebih 24 Patirthãn termasuk Jolontundo. Namun, disini tidak akan membahas Patirthãn jolotundo melainkan Patirthãn yang diperkiraan pembangunanya sezaman dengan Jolotundo yakni Patirthãn Dewi Sri. Patirthãn ini terletak di Desa Simbatan Wetan, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan. Warga setempat menamakan Patirthãn ini dengan dua nama yakni Sendang Beji dan Pemandian Dewi Sri. Dinamakan Pemandian Dewi Sri karena merujuk adanya arca dewi yang terdapat pada bilik utama Patirthãn tersebut. Berdasarkan laporan ROC tahun 1913, keadaan Patirthãn ini sudah sangat parah dan rusak. Hal ini disebabkan adanya pohon besar yang tumbuh di sebelah utara dan sebalah barat Patirthãn.  Namun, pada saat itu telah ada upaya untuk mengatasi kerusakan berlanjut dengan membangun talud disetiap sisi dinding.

Kondisi Patirthan Dewi Sri sekitar tahun 1937 yang rusak parah dan tampak pohon besar yang merupakan salah satu penyebab kerusakan (sumber foto OV, 1937)

Patirthan Dewi Sri yang sudah selesai dipugar oleh BPCB Jawa Timur

Patirthãn ini berbentuk bujuk sangkar dengan ukuran 11 x 11 meter, tebal tembok 80 cm dan terdiri dari teras, 1 bilik utama dan 2 bilik. Arah hadap pathirthan ini adalah menghadap ke barat ditandai dengan adanya tangga masuk. Yang menarik tangga ini tidak berada ditengah melainkan agak ke utara. Pada bagian teras dapat kita temui 4 buah Jaladwara yang berada di utara dan selatan dinding.  Jaladwara (saluran air) di bagian teras berbentuk arca laki-laki dan perempuan dengan membawa kendi yang seolah-olah air keluar dari kendi. Jaladwara dengan bentuk seperti ini mirip dengan jaladawara yang ada di Candi Belahan. Pada bagian tengah Patirthãn terrdapat bilik utama berukuran 2×2 meter dengan pintu masuk disebelah barat. Pada bilik utama terdapat sebuah arca dewi berfungsi sebagai Jaladwara. Arca tersebut digambarkan berdiri dengan kedua tangan memegang payudara yang mengeluarkan air, bermahkota, dan memiliki prabha dan stela Arca Dewi tersebut yang kemudian disebut Dewi Sri oleh masyarakat. Dalam kepercayaan masyarakat jawa, Dewi Sri merupakan dewi kesuburan dan dihubungkan  dengan pertanian. Berdasarkan pengamatan ilmiah, arca tersebut diidentifikasi sebagai Dewi Laksmi yang merupakan sakti (istri) dewa wisnu. Patirthãn lain dengan konsep dewi laksmi juga dapat kita temui di Candi Belahan, Mojokerto. Arca laksmi diapit 2 buat jaladwara berbentuk Padma, sedangkan pada bagian atas terdapat kala tanpa rahang dengan motif sulur-sulur. Bilik utara dan selatan yang kemungkinan sebagai tempat pemandian terpisah laki-laki dan perempuan. Pada kedua bilik terdapat masing-masing 2 buah jaladawara yang berbentuk makara dengan relief wanita.  Selain itu terdapat pula beberapa bagian Patirthãn yang sudah lepas dari tempat aslinya.  Beberapa bagian tersebut berupa kemuncak miniatur candi dan terdapat hiasan kala. Berbeda dengan Kala di bilik utama, kala pada miniature candi ini mempunyai rahang dan yang unik kedua tanganya berada dibawah dagu seolah-olah tengkurap dengan sepuluh jarinya. Gaya kala ini terdapat pula pada prasasti Anjuk Ladang (Masa Raja Pu Sindok) dari Nganjuk, dan candi Rambut Monte, Blitar.

Bilik Utama Patithan Dewi Sri dengan Arca Laksmi, dua buah Jaladwara dan Kala tanpa rahang (sumber foto Internet)

beberapa Jaladwara pada Patirthan Dewi Sri. Gambar atas Jaladwara pada bilik utara dan selatan dan gambar bawah jaladwara pada teras (sumber foto widodogb)

bentuk kala pada salah satu bagian miniatur candi patirthan dewi sri (sumber foto 2014)

Berdasarkan kesakralanya, Patirthãn dewi sri termasuk dalam Uttama Patirthãn, dimana merupakn bangunan suci mandiri, ditandai dengan adanya arca dewa sebagai tumpuan pemujaan. Patirthãn  Dewi Sri lebih sering terendam air, sehingga banyak yang kecewa bila berkunjung ke sana. Selain sebagai wisata edukasi pada setiap bulan suro, sering diadakan upacara bersih desa di desa ini. Upacara bersih desa merupakan pergeseran fungsi sebenarnya Patirthãn tersebut. Dimana seseorang yang mandi dengan air di Patirthãn baik berendam ataupun membahasi diri dengan air yang memancur niscaya dosa-dosanya akan hilang dan bersih.

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *