Koneksi Antar Materi 1.2

widodogb

Peristiwa :

Momen yang paling mencerahkan bagi saya dalam proses pembelajaran Modul 1.1 hingga Modul 1.2 adalah ketika materi konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara,  Konsep dan Filosofi KHD sepertinya sama dan selaras yang saya alami sendiri hidup saya, dan ketika melihat murid-murid di sekolah saya yang motivasi belajarnya sangat rendah.

Apakah ini ada korelasinya dengan peristiwa negative dimasa sekolah sebelumnya?

Dengan mempelajari folosofi Ki Hajar Dewantara, saya berharap murid-murid motivasi belajarnya meningkat, karena Bapak Ibu guru di  sekolah mendidik dengan penuh perhatian dan kasih sayang tanpa ada punishment atau hukuman verbal 

Karena sesuai modul 1.2. kita harus mempunyai nilai berpihak pada murid, dalam penerapannya kita harus menjadi pemimpin kelas yang dekat dan memberi keteladanan bagi anak-anak.

Perasaan :

Saat melihat realita di sekolah, kondisi siswa yang rendah motivasi belajarnya, malas belajar, senangnya hanya bermain, maka muncul motivasi saya sebagai Calon Guru Penggerak untuk mulai merubah pola pengajaran yang selama ini hanya dengan model ceramah, tugas yang sangat membosankan, dengan pembelajaran yang lebih kreatif dan  menyenangkan.

Pembelajaran :

Sebelum momen tersebut terjadi saya berpikir bahwa anak-anak yang motivasi belajarnya rendah sangat sulit kita mengajarnya. Sulit untuk berubah dan sulit untuk maju.

sekarang saya berpikir bahwa. Dengan menerapkan konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakinlah bahwa anak-anak sedikit demi sedikit akan berubah, dari anak yang susah diatur akan mulai memahami dan taat, dari anak yang tidak mau mengerjakan tugas akan mau mengerjakan tugas.

Penerapan ke depan (Rencana)

Apa pengembangan diri yang sederhana, konkret dan rutin yang dapat saya lakukan sendiri dari sekarang, untuk membantu menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak?

Melihat kondisi murid-murid saya yang kurang disiplin, bersikap urakan, motivasi belajarnya rendah, saya mencoba mendekati, menuntun dengan sabar.

Saya berusaha berpihak pada murid.

  • Pagi murid-murid saya jemput,
  • Saya antar ke kelas
  • Saya ajak membersihkan kelas jika ada sampah atau yang lainnya
  • Saya ajak berdoa,
  • Saya beri pertanyaan-pertanyaan interaktif yang menyegarkan
  • Saya beri motivasi tujuan pembelajaran
  • Saya berikan materi dengan beberapa alat dan sumber belajar yang bisa dipilih sesuai minatnya yaitu: Buku, Pdf via WA, Lembar Kerja, Gclassroom, Webblog padlet, dll.
  • Saya ajak berdiskusi 

Reflektif :

  • Saya berusaha untuk bertanya pada murid, apa yang perlu di tambah atau bagaimana biar pembelajaran lebih pas, dan materi dapat pahami dengaan baik.
  • Saya akan terbuka pada hal-hal yang baru, atau perlu kita coba

Mandiri

  • Saya berusaha mandiri jika ada hal-hal yang diperlu untuk pengembangan Pendidikan dan sekolah
  • Saya aktif mengikuti komunitas profesi guru, dan organisasi sosial lainnya
  • Saya terus merusaha mencari solusi untuk pengembangan diri, kemajuan sekolah dan murid-murid

Kolaboratif

  • Saya berusaha untuk menjalin komunikasi dan kerjasama dengan berbagaai pihak internal sekolah maupun eksternal sekolah untuk pengembangan sekolah dan murid

Inovatif

  • Saya berusaha untuk terus belajar mengikuti perkembangan teknologi Pendidikan yang terus berkembang cepat.
  • Membuat media-media pembelajaran
  • Menulis artikel, materi, dan pengetahuan lainnya pada web blog dan media lainnya.

Kaitan Modul 1.1 dan 1.2

Konsep dan Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara harus menjadi spirit dan nilai yang harus di miliki  Calon Guru Penggerak, dalam menjalankan perannya menjadi Pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan kelas, menggerakan komunitas praktisi.

ARAB DIGARAP, BARAT DIRUWAT, JOWO DIGOWO

Ungkapan ini sebenarnya sudah turun temurun diajarkan oleh para Ulama di Nusantara. Hanya saja, nilai-nilai ini sudah terasa mulai luntur. Banyak generasi muda yang mulai menganggap bahwa Barat itu kafir, Arab itu pasti Islam, sedangkan Jawa itu jahiliyah.

Sehingga kita saksikan mulai bermunculan generasi-generasi ahistoris yang tidak bersyukur bahwa mereka mengenyam hidayah serta hidup damai di bumi Nusantara karena peran Ulama dan nenek moyang yang mengajarkan kearifan tersebut.

ARAB DIGARAP
Tidak bisa dipungkiri bahwa Nabi Muhammad SAW berasal dari Arab. Al Quran dan Al Hadits juga disusun dalam bahasa Arab. Agama Islam disebarkan pada generasi awalnya juga dengan bahasa Arab.

Semua ritual ibadah wajib juga dilakukan dengan bahasa Arab. Bacaan Al Quran, bacaan sholat, dan banyak lainnya tetap dipertahankan dengan bahasa Arab, sesuai ketika diturunkannya. Jadi tidak mungkin umat Islam di Indonesia anti Arab. Anggapan ini sungguh naïf dan tidak masuk akal.

Ulama Nusantara memisahkan antara ajaran Islam dengan budaya Arab. Ajaran Islam inilah yang diambil ruhnya dan dijadikan tata inti dalam menjalankan syariat di Nusantara. Sedangkan bagian artifisial secara fisik adalah urusan pribadi masing-masing perorangan. Jadi tidak menganut budaya Arab bukan berarti anti Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam.

BARAT DIRUWAT
Budaya Barat telah mendunia mencengkeram segala generasi. Mau tidak mau kita semua bersinggungan secara intensif dengan dunia Barat. Harus diakui ada budaya Barat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya Nusantara.

Misalnya budaya materialis yang mengukur segala sesuatu dengan uang dan nilai kebendaan semata. Juga budaya hedonis yang mengagung-agungkan foya-foya berlebihan mengejar kepuasan duniawi sesaat.

Namun, dalam kenyataannya, ada nilai Barat yang harus kita akui, misalnya semangat memecahkan dan menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, kedisiplinan, dan kemandirian.

Kita harus belajar banyak dari Barat dalam hal ini. Mbah Wali Gus Dur memberi arahan: ambil ilmu pengetahuan dan teknologinya, tolak ajarannya. Kita juga mengenal istilah: “Think Global, Style Local”.

JOWO DIGOWO
Setiap Umat pasti pernah dianugerahi Nabi oleh Gusti Allah. Namun, hanya ajaran Nabi Muhammad SAW yang kita yakini dijamin penjagaannya oleh Gusti Allah hingga hari kiamat. Artinya, kita orang Jawa (Nusantara pada umumnya) pasti pernah memiliki Nabi.

Jadi, kita ini bukan bangsa bodoh yang tidak pernah dibimbing oleh wahyu Ilahi. Islam datang ke Jawa tidak untuk mengubah budaya, karena kita sudah Islami (melalui Nabi di masa lalu). Dalam hal ketauhidan cukup dikenalkan syahadat Tauhid dan syahadat Rosul Akhir Jaman SAW.

Selebihnya, terjadilah asimilasi dan akulturasi yang apik antara ruh Islam dan budaya Jawa. Sebab, antara Budaya Jawa dan ajaran Islam, banyak sekali yang sinkron, sehingga tidak perlu dibuang secara keseluruhan. Saling menyesuaikan, saling mengisi dan saling berintegrasi.

Banyak institusi budaya Jawa yang dipertahankan dan dimasuki ruh Islam, sehingga syariat hidup berkembang tanpa paksaan. Hingga kini, ketika kita sedang membicarakan budaya Jawa, sebenarnya kita sedang membicarakan agama Islam secara substansial, secara hakikat.

Karena ajaran Islam telah melebur sehingga syariat bisa ditegakkan sesuai panggilan hati, dilaksanakan sesuai kemampuan dan maqom masing-masing kaum Muslimin, tidak diperlukan lagi formalisasi dalam penegakakannya.

Akhirnya, sebagai Muslim di Nusantara, kita harus tetap menghormati Arab sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya agama Islam beserta segala perangkatnya. Sebagai bagian dari pergaulan internasional kita harus bisa terbuka dengan segala yang datang dari Barat, kita ambil yang baik, kita buang yang buruk. Sebagai orang Jawa (Nusantara), kita harus tetap membumi dimana kita ada dan mengada.

Salam cinta NKRI..

Garuda di dadaku, Lintang Songo di hatiku..

ARAB DIGARAP, BARAT DIRUWAT, JOWO DIGOWO

Ungkapan ini sebenarnya sudah turun temurun diajarkan oleh para Ulama di Nusantara. Hanya saja, nilai-nilai ini sudah terasa mulai luntur. Banyak generasi muda yang mulai menganggap bahwa Barat itu kafir, Arab itu pasti Islam, sedangkan Jawa itu jahiliyah.

Sehingga kita saksikan mulai bermunculan generasi-generasi ahistoris yang tidak bersyukur bahwa mereka mengenyam hidayah serta hidup damai di bumi Nusantara karena peran Ulama dan nenek moyang yang mengajarkan kearifan tersebut.

ARAB DIGARAP
Tidak bisa dipungkiri bahwa Nabi Muhammad SAW berasal dari Arab. Al Quran dan Al Hadits juga disusun dalam bahasa Arab. Agama Islam disebarkan pada generasi awalnya juga dengan bahasa Arab.

Semua ritual ibadah wajib juga dilakukan dengan bahasa Arab. Bacaan Al Quran, bacaan sholat, dan banyak lainnya tetap dipertahankan dengan bahasa Arab, sesuai ketika diturunkannya. Jadi tidak mungkin umat Islam di Indonesia anti Arab. Anggapan ini sungguh naïf dan tidak masuk akal.

Ulama Nusantara memisahkan antara ajaran Islam dengan budaya Arab. Ajaran Islam inilah yang diambil ruhnya dan dijadikan tata inti dalam menjalankan syariat di Nusantara. Sedangkan bagian artifisial secara fisik adalah urusan pribadi masing-masing perorangan. Jadi tidak menganut budaya Arab bukan berarti anti Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam.

BARAT DIRUWAT
Budaya Barat telah mendunia mencengkeram segala generasi. Mau tidak mau kita semua bersinggungan secara intensif dengan dunia Barat. Harus diakui ada budaya Barat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya Nusantara.

Misalnya budaya materialis yang mengukur segala sesuatu dengan uang dan nilai kebendaan semata. Juga budaya hedonis yang mengagung-agungkan foya-foya berlebihan mengejar kepuasan duniawi sesaat.

Namun, dalam kenyataannya, ada nilai Barat yang harus kita akui, misalnya semangat memecahkan dan menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, kedisiplinan, dan kemandirian.

Kita harus belajar banyak dari Barat dalam hal ini. Mbah Wali Gus Dur memberi arahan: ambil ilmu pengetahuan dan teknologinya, tolak ajarannya. Kita juga mengenal istilah: “Think Global, Style Local”.

JOWO DIGOWO
Setiap Umat pasti pernah dianugerahi Nabi oleh Gusti Allah. Namun, hanya ajaran Nabi Muhammad SAW yang kita yakini dijamin penjagaannya oleh Gusti Allah hingga hari kiamat. Artinya, kita orang Jawa (Nusantara pada umumnya) pasti pernah memiliki Nabi.

Jadi, kita ini bukan bangsa bodoh yang tidak pernah dibimbing oleh wahyu Ilahi. Islam datang ke Jawa tidak untuk mengubah budaya, karena kita sudah Islami (melalui Nabi di masa lalu). Dalam hal ketauhidan cukup dikenalkan syahadat Tauhid dan syahadat Rosul Akhir Jaman SAW.

Selebihnya, terjadilah asimilasi dan akulturasi yang apik antara ruh Islam dan budaya Jawa. Sebab, antara Budaya Jawa dan ajaran Islam, banyak sekali yang sinkron, sehingga tidak perlu dibuang secara keseluruhan. Saling menyesuaikan, saling mengisi dan saling berintegrasi.

Banyak institusi budaya Jawa yang dipertahankan dan dimasuki ruh Islam, sehingga syariat hidup berkembang tanpa paksaan. Hingga kini, ketika kita sedang membicarakan budaya Jawa, sebenarnya kita sedang membicarakan agama Islam secara substansial, secara hakikat.

Karena ajaran Islam telah melebur sehingga syariat bisa ditegakkan sesuai panggilan hati, dilaksanakan sesuai kemampuan dan maqom masing-masing kaum Muslimin, tidak diperlukan lagi formalisasi dalam penegakakannya.

Akhirnya, sebagai Muslim di Nusantara, kita harus tetap menghormati Arab sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya agama Islam beserta segala perangkatnya. Sebagai bagian dari pergaulan internasional kita harus bisa terbuka dengan segala yang datang dari Barat, kita ambil yang baik, kita buang yang buruk. Sebagai orang Jawa (Nusantara), kita harus tetap membumi dimana kita ada dan mengada.

Salam cinta NKRI..

Garuda di dadaku, Lintang Songo di hatiku..

Ajar Putra Dewantoro

TITIK SINGGUNG WAYANG DAN KERIS

TITIK SINGGUNG WAYANG DAN KERIS
By: Ir. Hayono Haryoguritno

Dunia pewayangan tanpa sastra, karawitan, batik, candi, pertanian, falsafah, kesaktian dan keris tidaklah lengkap; dan juga tidak mungkin
terwujud sebuah pakeliran yang agung. Peranan sastra dan karawitan sudah jelas, sedangkan unsur batiknya dimanifestasikan baik secara wantah maupun tergubah dalam pakaian wayang (wayang orang, golek dan kulit).

Lebih dari pada itu, bentuk manifestasi visuaInya pun masih dilengkapi lagi dengan narasi oleh Ki Dalang yang berupa janturan dan pocapan, antara lain berbunyi : punapa to busana nira Sang Noto ing Ngastina,
dan seterusnya.

Arjuna dikenal sebagai pemakai kain batik berpola Limar Ketanggi, Yudistira dengan Limar Jobin, Kresna dengan Parang Modang, Werkudara dengan Poleng Bang Bintulu, Suyudana dengan Parang Barong, dan seterusnya.

Di dalam hal candi, usaha pemvisualisasian hanya dilakukan dengan memakai gunungan, yang sering dipakai untuk menggambarkan kayu, gunung, laut, mega, gapura, dan lain lainnya. Jadi dalam hal candi, usaha Ki Dalang dititikberatkan pada janturan, pocapan maupun kombangan; dan bahkan sempat pula tercipta lakon ‘mBangun Candhi Saptorenggo’.

Unsur pertanian berkaitan dengan pranata mangsa, ulu wetu, polo kesimpar, polo gumantung, polo kependhem, dan lain-lainnya (Gemah Ripah Loh Jinowi), sudah merupakan keharusan yang mutlak dalam janturan, mengenai kemakmuran sebuah kerajaan atau asrinya sebuah pertapaan, juga seramnya atau ‘angker’nya sebuah hutan belantara, misaInya hutan Setra Ganda Mayit (Dhandhang Mangore).

Tidak ada adegan peperangan atau perkelahian dalam pewayangan yang tidak mengandung atau menampilkan unsur kesaktian. Kita selalu ingat akan Aji Norantaka dari Gatotkaca, Panglimunan-nya Arjuna, Wungkol Bener dari Bima, Panggoblakan dari Anoman, Pancasona-nya Rahwana dan lain-lainnya.

Kesaktian-kesaktian atau aji tersebut di atas termanifestasikan dengan
mantra dan atau olah semedi/raga tertentu.

Orang sakti menjadi kebal, ‘Tinatah mendat jinara menter, ora tedhas tapak paluning pandhe, sisaning gurinda, tilasing kikir’.
Tahan panasnya api, bisa terbang, amblas bumi, menghilang, dan lain sebagainya.
Kadang-kadang malah karena ulah lawan tandingnya sendiri, maka kesaktian tersebut dapat terwujud secara otomatis, misaInya aji Candha Birawa.

Senjata, jimat dan pusaka juga merupakan sumber kesaktian atau supremasi terhadap lawan tanding. Siapa yang tidak mengenal Jamus Kalimasada,
Kembang Wijayakusuma, Cundha Mani, Gada Lukitasari atau Rujakpolo, dan lain sebagainya. Dan apabila kita bicara mengenai falsafah dalam dunia pewayangan, maka sarat dgn filosofi.

Keris Dalam Dunia Pewayangan

Sulit untuk mengatakan, manakah yang lebih beruntung, dunia pewayangan ataukah dunia perkerisan.
Yang jelas, kedua-duanya merupakan puncak kebudayaan nasional, dan tak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.

Sayang, kawruh padhuwungan tidak begitu populer bagi para dalang,
sehingga janturan-janturan mereka mengenai pusaka/keris seringkali
menjadi ‘steril’, dan lebih disayangkan lagi karena tidak adanya usaha
para dalang untuk mencoba menambah pengetahuan dan wawasannya mengenai
keris. Alangkah idealnya apabila aspek-aspek perkerisan dapat
ditampilkan dalam pentas pewayangan, niscaya akan dapat menambah ‘gebyar’ atau ‘dimensi’ pentas itu sendiri.

Untuk mencoba menanggapi ‘kekosongan’ ini, maka tulisan yang tidak konklusif dan kadang-kadang terasa cengkah serta berasal dari berbagai sumber ini disajikan.
Adapun mengenai bagaimana pengejawantahan kawruh
padhuwungan dalam pentas wayang, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada
kearifan para dalang sendiri. Berikut ini dapat disebutkan beberapa
petikan tentang hal tersebut, antara lain :

Dalarn sebuah pakem padhuwungon yang ‘nota bene’ merupakan karangan
pujangga tersohor Raden Ngabehi Ranggawarsita dari Surakarta (kira-kira 190 tahun yang Ialu), disebutkan bahwa :

Sri Paduka Maha Raja Dewo Budo, inggih punika Songhyang Gurunata
(Girinatc) ingkong owit yaso dedamel warna-warni, ingkong kathahkathah
mboten kacario saken, namun kopethik nalika yasa dhuwung wonten Ing Kayangan Kaendran dhapur Lar Ngotap, Posopati, saha dhapur Cundrik;
ginambar ing angka 1, 2, 3; Ingkang damel/ nami Empu Romadi, kala tahun Jawi 142.

Ungkapan dalarn bahasa Jawa tersebut bagi pembaca masa kini tentu sulit
untuk diterima sebagai fakta sejarah. Sebagai referensi dapat diingat
tentang ‘asal-usul’ para tokoh Pandawa dan Korawa yang dimulai dari Nabi Adam, Nabi Sis, �.Bhatara Guru dan seterusnya, yang ditulis dalam Kitab Paramayoga/Pustaka Raja Purwa yang juga merupakan mahakarya pujangga
Ranggawarsita. Selain itu, dalam dunia pewayangan kita juga mengenal
pusaka Pasopati, yakni senjata Arjuna pemberian Bhatara Guru (cocok)
yang berupa sebuah bedhor (panah) yang ber-dapur Wulan Tumanggal (tidak cocok).

Di dalam narasinya, Ki Dalang kadang-kadang menyebutkan (menurut lakonnya) sebagai berikut:

‘dupi den unus curiganira, ponang pamor pusakaning Sang Dipati Ngawangga
pating karetip pindha konang sayuta …’

Yang dimaksud dengan pusaka tersebut adalah sebilah keris dhopur Jalak
yang kemudian dikenal dengan nama Kyai Jalak. Untuk menambah
‘keotentikan’ ungkapan tersebut, dianggaplah bahwa seolah-olah negeri
Ngawangga itu memang benar benar ada dan terdapat di Pulau Jawa,
persisnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut Raffles, dalam bukunya
: The History of Java). Sampai kini (menurut cerita orang), di dusun
Wangga terdapat mesjid tempat dimana disimpan Kyai Jalak tersebut. Benar tidaknya hal ini, wallahualam bissawab.
Dengan sebagai tambahan, Raffles
juga menentukan tentang ‘negeri-negeri’ yang lain, misaInya :

  • Kerajaan Dwarawati (Kresna) di daerah Pati
  • Kerajaan Mandura (Baladewa) di Pulau Madura bagian barat
  • Kerajaan Mandaraka (Salya) di antara Tegal & Pekalongan
  • Banjarjungut (Dursasana) di sekitar Kebumen
  • Talkandha (Bisma) di Banjarnegara
  • Kahyangan Indrakila (Bhatara Indra) di Jepara
  • Kerajaan Pringgandani (Gatotkaca) di seb. Utara Dat.Ting.Dieng
  • Kerajaan Indraprastha (Pandhawa) di Dataran Tinggi Dieng.
  • dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dalam menanggapi penentuan ‘lokasi geografis’ kerajaan/
negeri-negeri tersebut hendaknya perlu dipakai suatu kebijaksanaan yang cukup arif, karena kebenaran. historisnya memang cukup menyangsikan.

Di Surakarta, pada waktu ini terdapat keris yang bernama Cundhamani,
yang di dalam dunia pewayangan dikenal sebagai keris pusaka Pandhita Dorna.

Keris dhapur Kalarnisani yang merupakan ‘copy’ atau putran dari keris Kanjeng Kyai Kalamisani, adalah sebuah keris lurus dengan hiasan
kembang-kacang, sogokan muka dan belakang, lambe gajah dua, sraweyan,
greneng dan lain sebagainya. Konon, Kanjeng Kyai Kalamisani yang asli
adalah kepunyaan Raden Sadewa yang kemudian diberikan kepada Raden Gatotkaca.

Arjuna, selain dikenal sebagai pemilik Pasopati, juga mempunyai keris-keris Kyai Pulanggeni dan Kyai Kalanadhah..

Adipati Karna, selain memiliki keris Kyai Jalak, juga mempunyai keris Kyai Kaladete yang sangat terkenal karena ampuhnya, karena meskipun tuannya itu telah gugur, keris pusaka tersebut masih dapat berbicara
menirukan suara tuannya yang mernanggil-manggil Arjuna sebagai lawannya.
Selanjutnya, bagaimana lengkapnya cerita lakon tersebut, pembaca tentunya telah mengetahuinya.

Cakil mempunyai keris dengan luk 9 atau 21, dhapurnya Jalak Ngoceh,
bukan Jalak Ngore. Keris tersebut pada akhirnya justru ‘memakan’ tuannya sendiri.

Ada yang mengatakan bahwa Prabu Yudhistira mempunyai keris dhapur Tilam Upih atau Tilam Sari.

Prabu Kresna memiliki keris dhapur Brojol; sedangkan keris Kyai Kalamunyeng pembicara lupa siapa pemiliknya.

Selain dalam dunia pewayangan, keris lebih-lebih terkenal dalam legenda,
babad atau dongeng-dongeng yang sangat dikenal oleh masyarakat Jawa
Sebagai contoh misalnya :

Keris Kyai Sengkelat (pusaka kerajaan Majapahit)

Keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten (pusaka pusaka kerajaan pada
zaman pemerintahan Dernak-Pajang, yang dibuat pada zaman Majapahit).

Keris Kyai Carubuk, pusaka Sunan Kalijaga (Demak-Pajang)

Keris Kyai Setan Kober, pusaka Haryo Penangsang (Jipang)

Tombak Kyai Baru, milik Ki Ageng Mangir, menantu dan sekaligus juga
musuh bebuyutan Panembahan Senopati (Mataram)

Kyai Plered adalah juga sebuah tombak pusaka yang pernah digunakan oleh Danang Sutawijaya
(P. Senopati) untuk membunuh Haryo Penangsang. dan lain-lainnya.

sumber : fb. Aryo Kartono

TANGGAP KURIKULUM DALAM MENYESUAIKAN KODRAT ZAMAN

Proses Belajar dan mengajar pada sejarah peradaban manusia tentunya sudah ada sejak kehidupan manusia itu sendiri ada. Dalam perkembangan sejarah terutama di Nusantara , sistem Pendidikan pada zaman kerajaan-kerajaan Hindhu Budha bersifat informal, yang terpusat pada lingkungan kerajaan , dan tempat peribadatan, yaitu berupa sanggar, ashrama, padepokan, pertapaan, biara budha dan lain-lain . Sedangkan di era penyebaran Agama Islam perkembangan Pendidikan , selain pada lingkungan kraton, juga mulai munculnya pondok pesantren, masjid, surau, langar sebagai tempat anak-anak belajar baca tulis, dan ilmu agama.

Pendidikan formal sendiri baru muncul pada Era Pemerintahan Kolonial Belanda, dengan tujuan memenuhi kebutuhan pegawai Pamong Praja, yaitu pada tahun 1850 mulai didirikan Sekolah tingkat I (angka 1) selama 5 tahun yang masih terbatas bagi anak-anak dari kaum priyayi atau menengah ke atas. kemudian di akhir abad 19 yaitu tahun 1899 baru di buka sekolah-sekolah umum tingkat II (angka 2) atau disebut juga sekolah rakyat selama 3 tahun.  

Sedangkan kondisi sekolah pada saat Jepang berkuasa adalah, sekolah di arahkan untuk mendukung perang Asia Timur Raya, menyediakan prajurit cadangan yang siap berperang.  Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.

Sesuai arti kurikulum itu sendiri, Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.  Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). 

Dari sejarah perkembangan Pendidikan di era sebelum kemerdekaan sudah tampak dinamika perubahan-perubahan arah pendidikanm sesuai dengan kebutuhan zaman.

                 Setelah Kemerdekaan Republik Indonessia, Kurikulum Pendidikan mulai terarah dan jelas untuk kepentingan kemajuan Pendidikan masyarakat secara menyeluruh, sebagai berikut :

  1. Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950,  sering juga disebut kurikulum 1950.
  2. Rencana Pendidikan 1964, konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif
  3. Kurikulum 1964, diganti Kurikulum 1968 dengan pertimbangan politik ideologis.
  4. kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien
  5. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, CBSA, pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja
  6. Kurikulum 1994, Menurut UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 
  7. Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi
  8. Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal, 2006)
  9. Kurikulum 2013 atau K.13 yang menambahkan Kompetensi Inti sebagai Pendidikan karakter.
  10. Kurikulum Merdeka, yang mengedepankan Pendidikan berpihak pada murid dan implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Mengapa Kurikulum selalu berganti-ganti ?

  • Kurikulum yang baik harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ada, yaitu kebutuhan masyarakat, tuntutan perubahan paradigma pendidikan akibat perubahan zaman.
  • Kurikulum mempunyai sifat yang fleksibel dan multidimensi, atau harus menyesuaikan perkembangan zaman
  • Dapat dimaknai sebagai titik awal dan titik akhir belajar siswa secara formal, namun dalam kurikulum terdapat penanaman  karakter pembelajar sepanjang hayat bagi murid.  
  • Kurikulum adalah jantung dari pembelajaran, oleh karena itu gerak denyut jantung harus mampu menyesuaikan  arus perkembangan zaman
  • Komponen kurikulum yaitu, tujuan, konten, metode/cara dan evaluasi/penilaian

Kurikulum harus berubah menyesuaikan dengan dengan zamannya, dan terus dikembangakan atau diadaptasi sesuai dengan konteks dan karakter murid demi membangun kompetensi sesuai dengan kebutuhan mereka kini dan masa depan agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Ilmu Pengetahuan dan teknologi informasi, digital telah berkembang pesat dan pembelajaran akan terasa membosankan jika terlalu monoton seperti pada masa-masa lampau, hanya pakai papan tulis, mendengar ceramah, mencatat.  Maka perubahan Kurikulum adalah alamiah,  sesuai dengan kodrat zaman. Tugas guru pada masa sekarang adaalah menyiapkan murid-murid kita untuk mampu menggunakan dan cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada.

Misalnya : dulu anak menulis menggunakan sabak, kemudian berkembang buku tulis, menggunakan mesin ketik, memanfaatkan computer dengan program lama, menyimpan pakai disket, berkembang flash disk, laptop , smartphone dengan teknologi semakin canggih. Kemudian saat kita jadi murid dulu, cita-cita terbatas hanya jadi Dokter, TNI atau polisi. Saat ini banyak profesi yang penghasilannya menggiurkan, youtuber, digital marketing, desainer produk, programmer IT, pekerja industri kreatif dan masih banyak lagi.

Sumber Bacaan :

Adverbs

20+ kata keterangan dalam bahasa Inggris

  1. Actually: Sebenarnya
  2. Again: Lagi
  3. Ahead: Di depan
  4. Almost: Hampir
  5. Already: Sudah
  6. Also: Juga
  7. Altogether: Bersama
  8. Always: Selalu
  9. Anyway: Bagaimanapun
  10. Automatically: Secara otomatis
  11. Basically: Pada dasarnya
  12. Below: Di bawah
  13. Briefly: Secara singkat
  14. Carefully: Dengan hati-hati
  15. Certainly: Dengan pasti
  16. Clearly: Dengan jelas
  17. Closely: Dengan rapat
  18. Completely: Sama sekali
  19. Constantly: Selalu
  20. Currently: Saat ini
  21. Daily: Harian
  22. Deeply: Secara dalam
  23. Definitely: Pasti
  24. Deliberately: Dengan sengaja
  25. Sumber : https://www.facebook.com/groups/belajarbahasainggris/permalink/1306628623411072/
  26. Sumber: www.smaalijtihad.sch.id

Parts of the Motorcycle

Bagian-bagian motor dalam bahasa Inggris

  1. Left Turn Signal: Lampu Sein Kiri
  2. Right Turn Signal: Lampu Sein Kanan
  3. Kick Stand/Standard: Standar Motor
  4. Headlight: Lampu Depan
  5. Tail Light: Lampu Belakang
  6. Gas Tank: Tangki Bensin
  7. Spark Plug: Busi
  8. Exhaust Pipe: Knalpot
  9. Frame: Bingkai/Kerangka Mesin
  10. Ignition Key: Kunci Kontak
  11. Front Suspension: Suspensi Depan
  12. Back Suspension: Suspensi Belakang
  13. Motorcycle Seat: Jok Motor
  14. Handlebar: Setang
  15. Grip: Grip
  16. Carburrator: Karburator
  17. Mesin: Machine
  18. Front Sparkbor: Spakbor Depan
  19. Back Sparkbor: Spakbor Belakang
  20. Rearview Mirror: Kaca Spion
  21. Disk Brake: Cakram
  22. Wheel: Roda
  23. Velg: Velg
  24. Clutch: Kopling
  25. Brake: Rem
  26. Chain: Rantai
  27. Gear: Gear
  28. Spokes: Jari-jari
  29. Klaxon/Horn: Klakson
  30. License Plate: Plat Nomor

Sumber: www.adjar.grid.id