Restorasi Meiji
Awal Modernisasi Jepang Sebelum menjadi negara modern Jepang merupakan negara feodalis. Mengapa feodalis? Sebab, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh kaisar, shogun (semacam panglima militer), dan daimyo (semacam tuan tanah/raja lokal). Kekuasaan itu terbentuk secara hierarki dengan puncak kekuasaan di tangan kaisar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang shogun. Tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku (negara tertutup). Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya orang Jepang dilarang berhubungan dengan orang selain Jepang. Namun, pada kenyataannya, Belanda, Cina, serta Korea tetap berhubungan dengan Jepang. Mengapa Jepang menerapkan kebijakan Sakoku (tertutup) dengan bangsa lain? Ada dua alasan. Alasan pertama, pemerintahan Shogun Tokugawa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan Portugis yang menyebarkan agama Katolik. Mereka dituduh ikut campur urusan dalam negeri. Contohnya, ketika perang antar-shogun mereka memperkenalkan senjata api dan meriam terhadap salah satu shogun, sedangkan senjata orang Jepang berupa pedang (katana). Penyebaran agama yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis juga dituding mengancam kebudayaan asli Jepang. Alasan kedua ialah mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya, Daimyo Tozama. Daimyo Tozama adalah daimyo di bawah Shogun Tokugawa, tetapi secara ekonomi lebih sejahtera karena menjalin hubungan dengan bangsa asing. Apabila Daimyo Tozama tetap bekerja sama dengan bangsa asing, maka dikawatirkan mereka menjadi kuat sehingga mengancam kekuasaan Tokugawa. Pada abad ke-19 (1854), kebijakan Sakoku mulai surut. Tahun 1854, kapal perang Amerika Serikat (kapal hitam) yang dipimpin oleh Komodor Matthew C. Perry menyerang Jepang sehingga memaksa pemerintahan Shogun Tokugawa menandatangani Konvensi Kanagawa pada tahun 1854. Konvensi itu pada intinya menyebutkan bahwa Jepang harus membuka diri dengan bangsa asing sehingga mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung 200 tahun. Kemajuan Barat dan terbukanya pelabuhan-pelabuhan di Jepang yang semakin ramai menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibanding dengan negara-negara Barat sehingga Jepang bertekad untuk mengejar ketertinggalan. Pada masa pemerintahan Kaisar Meiji (anak dari Kaisar Komei), kesadaran mengejar ketertinggalan mulai terwujud melalui berbagai langkah perubahan besar yang dikenal dengan Restorasi Meiji (1868-1912). Kata “Meiji” berarti “kekuasaan pencerahan”. Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi kemajuan Barat dengan nilai-nilai tradisional Jepang. Dengan misi inilah Jepang mengutus pejabat untuk belajar ke Amerika dan Eropa, yang disebut misi Iwakura. Sebagai hasil misi Iwakura, Jepang memutuskan untuk mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer dari dunia Barat. Restorasi Meiji kemudian mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern sekaligus menjadi kekuatan militer dunia. Berikut ini adalah beberapa bidang garapan Tenno Meiji yang tercakup dalam gerakan pembaruan itu.
A. Bidang Perindustrian
Dengan mengadopsi teknologi dari Barat, Jepang membangun industri-industri seperti pabrik senjata, galangan kapal, peleburan besi, dan lain sebagainya. Hasil produksi ini dijual ke pasar internasional dengan harga relatif murah dibandingkan harga penjualan produk yang sama di dalam negeri. Kebijakan ini disebut dumping. Hal ini membuat industri dalam negeri Jepang berkembang pesat.
B. Bidang Perdagangan
Jepang membangun bank-bank yang memungkinkan orang untuk meminjam uang agar berinvestasi. Jepang membangun pelabuhan-pelabuhan dan kapal-kapal dagang sehingga perdagangan mengalami kemajuan pesat.
C. Bidang Militer
Jepang gencar membangun angkatan perangnya. Tahun 1873, Jepang menerapkan kebijakan wajib militer. Jepang juga memesan sebuah kapal perang modern dari Belanda dan untuk mempelajari ilmu kelautan, Jepang mengirim 16 mahasiswa untuk belajar di Belanda. Jepang meniru sistem dan strategi dari Jerman dan Inggris. Dalam waktu singkat, Jepang telah memiliki tentara yang kuat, modern, dan tangguh. D. Bidang Pendidikan Jepang menerapkan wajib belajar bagi generasi mudanya. Mereka dididik untuk merasa memiliki rasa cinta kepada tanah airnya, semangat pantang menyerah dan berani mati (bushido), serta hormat dan tunduk kepada Kaisar. Pemerintah Jepang juga mengirim mahasiswa untuk menimba ilmu-ilmu Barat.
E. Bidang Sosial
Menghapus sistem kasta di Jepang. Saat itu, Jepang mempunyai empat kasta. Kasta pertama adalah kelas kaum terpelajar, kasta kedua adalah petani, kasta ketiga adalah seniman, dan kasta keempat adalah pedagang. Selain itu, pemerintah juga melarang adat istiadat yang bersifat feodalis seperti laki-laki memperlihatkan dan memakai kimono, laki-laki memanjangkan dan mengucir rambut serta ke mana-mana membawa pedang panjang dan pedang pendek yang menjadi ciri khas kelas samurai
F. Bidang Hukum
Sistem hukum dan konstitusi mengikuti model Jerman. Sebagai akibat dari industrialisasi itu, Jepang kemudian menjadi satu-satunya kekuatan besar negara non-Barat di dunia sekaligus kekuatan utama di Asia Timur dan Asia Tenggara dalam waktu 40 tahun.
Kemajuan, Perluasan Pasar Industri, dan Keterlibatan Jepang pada Perang Dunia ke-2
Jepang sebagai negara industri sebagaimana negara-negara Barat mempunyai tiga tantangan, yakni
1) pasokan bahan mentah yang stabil,
2) jalur pelayaran yang aman, dan
3) pasar bagi hasil industrinya.
Pada saat yang bersamaan, kepercayaan diri militer Jepang yang didukung kemajuan ekonomi membangkitkan rasa bangga terhadap negaranya. Nasionalisme ini berkembang menjadi nasionalisme radikal dalam bentuk keinginan sebagian warga agar Jepang menjadi negara imperialis. Faktor ekonomi (gold) dan faktor kejayaan (glory) inilah yang mendorong Jepang menduduki (menjajah) berbagai negara di Asia termasuk Indonesia menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Pada tahun 1894, Jepang membangun imperium yang sangat luas, meliputi Taiwan, Korea, Manchuria, serta Cina bagian Utara. Pada tahun 1894 dan 1895, Jepang terlibat perang dengan Cina (Perang Sino). Perang ini diawali oleh pemberontakan petani terhadap pemerintahan Korea. Merasa terdesak, pemerintah Korea meminta bantuan kepada Dinasti Qing dari Cina. Karena sejak lama Jepang ingin menguasai Korea, maka Jepang memanfaatkan situasi itu untuk menginvansi Korea. Karena Korea sekutunya Cina, maka Cina protes sehingga antara Jepang dengan Cina terlibat perang. Perang akhirnya dimenangkan Jepang dan kemudian membentuk pemerintahan boneka di Seoul. Kekalahan Cina terhadap Jepang ditandai dengan Perjanjian Shimonoseki yang isinya menyebutkan bahwa Semenanjung Liaodong dan Taiwan diserahkan kepada Jepang. Rusia, Jerman, dan Prancis yang semula menduduki Semenanjung Liaodong akhirnya mundur. Namun, karena Perjanjian Shimonoseki dianggap tidak sah, maka Rusia kembali menduduki Semenanjung Liaodong yang strategis itu. Untuk pertahanannya, Rusia kemudian mendirikan Benteng Port Arthur di situ dan menjadikan pangkalan angkatan lautnya di Pasifik. Tindakan Rusia ini membuat Jepang marah sehingga memicu perang Jepang dengan Rusia yang bernama “Perang Rusia-Jepang” pada tahun 1894 dan 1895. Dalam perang itu, tidak terduga Rusia kalah sehingga harus menandatangani Perjanjian Portsmouth yang diselenggarakan di Amerika Serikat dengan difasilitasi Presiden Roosevelt. Jenderal yang berjasa dalam kemenangan Jepang atas Rusia adalah Laksamana Togo Heihachiro. Isi Perjanjian Portsmouth yakni Jepang mendapatkan Pulau Shakalin dan daerah Manchuria. Kemenangan Jepang atas Rusia ini membangkitkan kepercayaan dan harga diri Jepang. Ternyata, bangsa Asia (ras Mongoloid) dapat mengalahkan bangsa Barat (ras Kaukasoid). Dampaknya, selain wilayah kekuasaannya semakin luas, juga muncul ambisi tersembunyi yang tidak hanya ingin menguasai Asia, tetapi juga mengalahkan bangsa-bangsa Barat lainnya. Ketika Prancis menyerah kepada pasukan Nazi Jerman di Eropa tahun 1941, Jepang memanfaatkannya dengan menginvansi wilayah jajahan Prancis di Indocina yang meliputi Kamboja, Laos, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan (tahun 1941), Jerman menginvansi Rusia. Sebelumnya, pada tahun 1940, terjadi kesepakatan “Pakta Tripartit”, yaitu bersatunya fasisme Jepang, Italia, dan Jerman dalam “kekuatan poros” yang kemudian hari bersama sama melawan “kekuatan Sekutu” yang terdiri dari AS, Inggris, dan Prancis dalam Perang Dunia II.
Meski tidak memiliki kepentingan di Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sikap agresi Jepang membuat Amerika Serikat menjadi geram. Pada tahun 1941, Amerika membidani persekutuan yang disebut ABDACOM (America, British, Dutch, Australian Command) untuk menghadapi keagresifan Jepang. Selain membuat organisasi, Presiden Roosevelt juga menerapkan embargo baja dan besi tua kepada Jepang yang kemudian diikuti dengan pembekuan semua aset-aset Jepang. Embargo baja dan besi tua ini sungguh memukul telak Jepang karena peralatan militernya semua terbuat dari baja dan besi tua. Seperti belum cukup, Amerika segera mengembargo minyak bumi terhadap Jepang. Minyak bumi merupakan penopang utama industri-industri militer Jepang. Embargo minyak bumi ini membuat industri militer Jepang menjadi kesulitan sehingga Jepang dihadapkan pada dua pilihan, hidup atau mati. Jepang bukannya menyerah dengan situasi, tetapi semakin berambisi menguasai minyak bumi Asia Selatan (India, Bangladesh, Pakistan, dan lain-lain) serta Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Indonesia, dan lain-lain) untuk mengatasi embargo minyak bumi Amerika Serikat.
Sebagian wilayah yang menjadi sasaran Jepang itu merupakan jajahan Belanda, termasuk Indonesia, sehingga Jepang harus menghadapi kekuatan militer terbesar saat itu, yaitu Amerika Serikat. Di bawah ABDACOM, Amerika Serikat bertanggung jawab melindungi kepentingan kepentingan Belanda di Indonesia. Menyerang Indonesia dianggap menyerang ABDACOM. Untuk mengatasi kekuatan militer itu, Jepang mengambil keputusan, yakni harus terlebih dahulu melumpuhkan Amerika Serikat. Sasaran yang paling dekat di Asia adalah pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Asia Pasifik, yaitu di Pearl Harbour, Hawaii. Maka, secara mendadak tanpa ultimatum terlebih dahulu, Jepang menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Dengan serangan ini, Jepang telah mengawali perang Pasifik.
Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang menduduki Filipina pada 10 Desember 1941, Burma pada 16 Desember 1941, dan pada 11 Januari 1942 Jepang mendarat di Indonesia dengan menguasai Kalimantan lalu menyusul Sumatra dan Jawa. Setelah Jawa dikuasai, Jepang mengendalikan seluruh wilayah Indonesia dalam waktu singkat. Perang yang dilancarkan Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini dikenal dengan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik.
Spionase Jepang
Mengapa Jepang begitu mudah masuk Indonesia dan menguasai Yogyakarta? Ternyata, jauh sebelum tahun 1942 Jepang telah mengirimkan perwira-perwiranya di beberapa kota penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta untuk dijadikan sebagai spionase. Perwira yang dikenal sebagai mata-mata di Yogyakarta adalah Shizukino Yamachi. Tugas Shizukino Yamachi adalah melakukan penyamaran untuk memata-matai kawasan Yogyakarta, yang nantinya pada wilayah tersebut akan dilakukan ekspansi besar-besaran oleh tentara Jepang. Untuk mengelabuhi masyarakat, Shizukino Yamachi mendirikan toko Fuji sebagai toko kelontong yang berada di daerah pecinan Yogyakarta atau sekarang dikenal Jalan Malioboro. Shizukino Yamachi mengubah namanya menjadi Tao Ai dan lebih suka memperkenalkan dirinya kepada orang baru sebagai pedagang dari Cina. Sehari-harinya, Shizukino Yamachi keluar rumah dari pagi hingga menjelang petang. Shizukino Yamachi menulis dengan detail segala hal yang ada dan terjadi di Yogyakarta. Kemudian, segala hasil data pengamatannya dikirimkan ke Jepang, agar mudah melakukan ekspansi. Data tersebut dikirimkan melalui radio komunikasi dari kamarnya sehingga pintu kamarnya yang berada di lantai atas selalu tertutup rapat. Shizukino Yamachi sering berkeliling menggunakan sepeda, berbusana putih dan mengenakan topi bulat. Semua orang tidak mengenal siapa sesungguhnya Shizukino Yamachi. Dia hanya dikenal sebagai seorang pengusaha yang baik dan ramah kepada setiap orang. Di pertengahan tahun 1939, Shizukino Yamachi mendadak pergi dan hilang begitu saja. Pada 6 Maret 1942, tentara Jepang telah memasuki Kota Yogyakarta. Mereka datang dari arah Jalan Solo menuju ke barat, setelah sampai di perempatan tugu, mereka berbelok ke selatan menuju Jalan Malioboro dan Gedung Agung. Iring-iringan pasukan disambut oleh warga tanpa ketakutan, bahkan warga bersorak sorai dengan melambai lambaikan bendera merah putih. Para pasukan Jepang datang dengan mengaku sebagai saudara tua. Untuk menarik simpati khususnya kepada rakyat Yogyakarta, serdadu Jepang menyerukan “Nipon Indonesia sama-sama”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serta secara demonstratif membawa potret ratu Belanda yang ditusuk-tusuk dengan bayonet. Ketika peristiwa ini berlangsung, Shizukino Yamachi berada di kendaraan jeep paling depan diikuti kendaraan truk, sepeda, dan bahkan ada yang berjalan kaki. Setelah diketahui, ternyata Shizukino Yamachi merupakan salah satu perwira komandan divisi Angkatan Darat Jepang. Jepang Mengambil Alih Wilayah Hindia BelandaSerangan Jepang pertama terjadi pada 11 Januari 1942 mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Pada bulan Februari, Jepang menduduki Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palembang, dan Bali. Mengapa Jepang mendarat pertama kali di Tarakan dan kemudian menguasai Tarakan? Sebagaimana dibahas dalam pokok bahasan terdahulu, Jepang sangat kesulitan dalam mengoperasikan industri-industrinya, termasuk mesin-mesin perangnya, setelah Amerika Serikat mengembargo minyak bumi. Tarakan adalah salah satu daerah yang terdapat sumber-sumber minyak di Indonesia. Dengan menguasai Tarakan, berarti menguasai sumber minyak sehingga dengan demikian untuk menguasai daerah lain di Indonesia lebih mudah dan untuk menghadapi Sekutu juga lebih siap. Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Banten, kemudian Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya. Sejak Maret 1942, Indonesia menjadi kekuasaan Jepang. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung industri dan kampanye perang Jepang. Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda van Strarkenborgh, tidak berdaya menghadapi serangan kilat Jepang sehingga terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat, 8 Maret 1942. Mengapa Jepang begitu mudah mengalahkan Belanda sedangkan peralatan militer Belanda juga sangat modern untuk saat itu? Jepang, sebelum menyerang Hindia Belanda, ternyata sudah jauh hari memperhitungkan penyerangan itu. Beberapa tahun sebelum 1942, para perwira Jepang sudah menyelidiki daerah-daerah yang menjadi titik kelemahan dan kekuatan Belanda. Di Jawa, daerah Banten, Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya adalah daerah strategis. Apabila menguasai daerah itu, maka Jepang dengan mudah akan dapat memaksa Belanda menyerah.
Mengapa Thailand menjadi negara Asia yang tidak dijajah Jepang? Pada Perang Dunia II, Thailand “membantu” Jepang melawan Sekutu dengan cara memberikan wilayah negaranya sebagai tempat akomodasi tentara Jepang. Namun, seusai perang dan Jepang kalah perang melawan Sekutu, Thailand memutuskan untuk menjadi sekutu Amerika Serikat. Thailand juga merupakan negara yang tidak pernah dijajah bangsa Barat (Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugal).Strategi Jepang untuk Mendapatkan Simpati Rakyat Kedatangan Jepang disambut baik oleh Sukarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka optimistis bahwa kedatangan Jepang akan membawa kemerdekaan.
Dasarnya adalah hal-hal berikut ini.
a) Menyerahnya Belanda dianggap sebagai akhir penjajahan Belanda. Dengan kekalahan Belanda, maka berarti dimulainya era baru ketika bangsa-bangsa Asia bebas merdeka dan menentukan nasibnya sendiri dengan dipelopori oleh Jepang. Keyakinan itu bertambah tebal setelah Jepang memperkenalkan diri sebagai saudara tua bangsa-bangsa Asia.
b) Jepang berjanji jika Perang Pasifik dimenangkan, maka bangsa-bangsa di Asia akan mendapatkan kemerdekaan.
c) Jepang bersifat simpatik kepada aktivis pergerakan kemerdekaan, misalnya membebaskan tokoh-tokoh yang ditahan dan diasingkan kolonial Belanda seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain.
d) Jepang menjanjikan kepada bangsa Indonesia untuk memberikan kemudahan-kemudahan yang tidak pernah diberikan oleh kolonial Belanda, misalnya mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera Hinomaru Jepang, menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, kebebasan beribadah sesuai keyakinan, dan membolehkan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Pemerintahan Militer Jepang Setelah menguasai Indonesia, Jepang memerintah dengan sistem pemerintahan militer dengan membagi menjadi tiga daerah militer yang dikendalikan oleh angkatan darat (rigukun) dan angkatan laut (kaigun). Ketiga daerah tersebut di bawah komando panglima besar tentara Jepang yang bertempat di Saigon (Vietnam). Ketiga daerah tersebut meliputi:
(1) Daerah Jawa dan Madura dengan pusat di Batavia di bawah kendali angkatan laut (kaigun);
(2) Daerah Sumatra dan Semenanjung Melayu dengan pusat di Singapura di bawah kendali angkatan darat (rigukun);
(3) Daerah Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua di bawah kendali angkatan laut (kaigun). Selain memerintah dengan sistem militer, Jepang dalam rangka mengawasi masyarakat dan membangun gerakan pertahanan masyarakat menggunakan sistem Tonarigumi yang sekarang lebih dikenal sistem Rukun Tetangga (RT). Dalam bidang politik, Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Dalam usaha mendapatkan tenaga kerja, Jepang membentuk Romukyokai (panitia pengerah romusha) untuk dipekerjakan dalam proyek pembangunan jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara. Pada awalnya, romusha ini mendapatkan upah. Namun, pada perkembangan selanjutnya para pekerja ini tanpa diupah oleh pemerintah Jepang. Dalam sistem pertahanan menghadapi Sekutu dan usaha melanggengkan kekuasaannya, di Indonesia dibentuk lembaga-lembaga semimiliter dan militer. Organisasi-organisasi buatan Jepang itu misalnya Keibodan (barisan pembantu polisi), Seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (barisan wanita), Heiho (barisan cadangan prajurit), PETA (pembela tanah air), Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), Jibakutai (pasukan berani mati), Kempetai (barisan polisi rahasia), dan Gakukotai (laskar pelajar). Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang luar biasa terhadap bangsa Indonesia, baik dampak secara politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Untuk lebih jelasnya, berikut paparannya.
a) Bidang Politik Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, organisasi kemasyarakatan baik itu organisasi politik, sosial, maupun keagamaan dibubarkan dan menggantikannya dengan organisasi bentukan Jepang. Satu-satunya organisasi yang dibiarkan oleh Jepang adalah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri sejak pemerintahan kolonial Belanda. Organisasi ini mendapat simpati masyarakat sehingga berkembang dengan cepat. Karena organisasi ini mengkhawatirkan Jepang, maka pada tahun 1943 MIAI dibubarkan dan menggantikannya dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai ketuanya. Untuk menekan tokoh pergerakan yang tidak kooperatif terhadap Jepang, dilakukan pengawasan yang ketat dengan menyebar polisi rahasia yang sangat ditakuti, yakni Kempetai. Jepang tidak segan segan menangkap, menginterogasi, bahkan menghukum mati oran